Rabu, 24 Februari 2016

Senin, 15 Februari 2016

Senin, 01 Februari 2016

TENTANG SMA TAHFIDZ DARUL ULUM BANYUANYAR

Al-Qur’an adalah satu-satunya ki-tab yang mendapatkan jaminan dari Allah untuk selalu dipelihara selama-lamanya (QS. Al-Hijr : 9). Dan dengan membacanya berpotensi untuk mendapatkan sepuluh pahala untuk setiap satu huruf. Pahala yang di-sediakan Allah demi Al-Qur’an tersebut akan semakin gampang diperoleh ketika seseorang berhasil menghafalkannya; karena dengan menghafal, kesempatan membaca akan semakin besar.
Galeri Ma’had edisi kali ini akan mengangkat Markaz Dirosah Qur’aniyah Darul Ulum yang telah terbukti menjustifikasi pernyataan di atas. Para hafidzMarkaz tersebut mudah ditemui sedang membaca Al-Qur’an ketika berada di Masjid, Congkop, ataupun di tempat-tempat yang lain. Selain tujuannya untukmuroja’ah/takrir hafalannya, juga pasti terselip keinginan untuk mendapatkan pahala besar yang disediakan bagi pembaca dan penghafal Al-Qur’an.
Ma’had Tahfidz Al-Qur’an
Keberhasilan Moh. Syahid Badrut Tamam menggondol Juara I cabang lomba Tahfidz Al-Qur’an 30 Juz pada Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) XVI Tingkat Nasional Tahun 1991 di Jogjakarta yang menjadikannya berhak mewakili Indonesia di MTQ Internasional di Saudi Arabia, memberi inspirasi pada Keluarga Besar Pondok Pesantren Banyuanyar untuk lebih serius melayani dan membina santri yang berminat menghafalkan Al-Qur’an. Keseriusan Keluarga Besar Pondok Pesantren Banyuanyar tersebut diwujudkan dengan mendirikan markaz khusus untuk para hafidz yang diberi nama Ma’had Tahfidz Al-Qur’an pada tahun 1993.
Ma’had Tahfidz Al-Qur’an tersebut terletak di tempat yang sangat strategis, tepatnya di kawasan bekas Blok M (lama), sebelah tenggara Markaz al-Lughah al-‘Arobiyyah (MLA).
Sebelum Ma’had Tahfidz Al-Qur’an tersebut didirikan, santri penghafal Al-Qur’an (hafidz) —yang jumlahnya saat itu memang tidak seberapa—- tidak mempunyai institusi dan tempat khusus. Mereka menjadikan Congkop
Banyuanyar sebagai tempat untuk menghafalkan Al-Qur’an dan me-muroja’ahnya, dan hal itu jelas menjadikan hafalan mereka kurang optimal, karena mereka tidak bisa konsentrasi secara penuh dalam menghafal disebabkan Congkop tersebut selalu dipenuhi santri yang berziarah ke pesarean-pesarean Keluarga Besar Pondok Pesantren Banyuanyar.
Dan setelah Ma’had Tahfidz tersebut didirikan, santri yang berkeinginan untuk menjadi hafidz mulai menampakkan animonya. Saat itu, tak kurang dari 7 orang langsung mendaftarkan diri untuk menjadi anggota, sehingga jumlah anggota Ma’had Tahfidz Al-Qur’an mencapai 10 orang.
Markaz Dirosah Al-Qur’an
Nama Markaz Dirosah Al-Qur’an (MDQ) baru dikenal pada tahun 2003. Saat itu, nama tersebut diresmikan penggunaannya setelah sebelumnya diusulkan oleh Kepala SMA Tahfidz yang sekaligus Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Banyuanyar, KH. Amin Zaini Ro’ie, MA.
Menurut Kyai Ro’ie, nama Ma’had Tahfidz Al-Qur’an lebih khusus pada lembaga yang menampung para hafidz. Padahal yang diharapkan, alumni Ma’had tersebut menjadi generasi Qur’ani yang tidak hanya bisa menghafal Al-Qur’an, akan tetapi juga menguasai ilmu-ilmu ke-Alqur’anan, baik itu dari segi tajwid, qiro’ah sab’ah,pemahaman isi kandungan, sampai tafsir Al-Qur’an. Sehingga, penggunaan nama Markaz Dirosah Al-Qur’an (Pusat Pembelajaran Al-Qur’an) sangat dirasa cocok dengan harapan di atas.
Setelah berganti baju, MDQ mulai mengarahkan para anggotanya untuk mempelajari ilmu-ilmu ke-Alqur’anan, selain kewajiban pokok yaitu menghafal. Hal itu dibuktikan dengan mulai disusunnya kurikulum berbasis ke-Alqur’anan.
Kurikulum tersebut mencakup pembelajaran tajwid Al-Qur’an, pengenalan lagu-lagu tartil dan qiro’ah sab’ah. Selain itu, kurikulum tersebut juga menitik-beratkan pada pemahaman isi kandungan Al-Qur’an dan tafsirnya, baik tafsir berbahasa Arab, maupun berbahasa Inggris.
Adanya kurikulum tersebut mulai menampakkan hasil setelah dua anggota MDQ berprestasi dalam Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ). Tepatnya pada MTQ XIX Jawa Timur Tahun 1999 di Malang (untuk Tafsir berbahasa Arab atas nama Suaidi Husni), dan MTQ XXII Jawa Timur Tahun 2007 di Blitar (Tafsir Bahasa Inggris, atas nama Muhammad).
SMP Tahfidz dan SMA Tahfidz
Disusunnya kurikulum berbasis ke-Alqur’anan tersebut juga ditindak-lanjuti dengan mendirikan lembaga formal, yakni Sekolah Menengah Pertama (SMP) Tahfidz dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahfidz, pada tahun ajaran 2005/2006.
Menurut Direktur MDQ, Ahmad Mukhlishin, SH, didirikannya kedua lembaga formal tersebut dimaksudkan agar para hafidz, selain mendapatkan ilmu-ilmu ke-Alqur’anan juga bisa mendapatka“Berdirinya kedua lembaga itu penting bagi perkembangan MDQ ke depan. Dulu, anggota MDQ hanya mendapatkan ilmu diniyah saja. Tapi sekarang mereka bisa mendapatkan ilmu umum yang juga penting,” ujarnya.
Dalam kurikulum SMP Tahfidz dan SMA Tahfidz, semua mata pelajaran yang menjadi kurikulum Departemen Pendidikan Nasional
tetap diajarkan, namun materi Tafsir, Ulumul-Qur’an, Ushul Fiqh, Hadits, Ulumul Hadits dan Tsaqofah juga tidak ditinggalkan sebagai ciri khas dari kata-kata “Tahfidz” di belakang nama kedua lembaga tersebut. Hal tersebut disiasati dengan penambahan jam pelajaran.
n ilmu umum.
“Itulah nilai plus kedua lembaga itu. Siswanya tetap diberi materi-materi keagamaan, dan mereka akan mendapatkan ijazah yang sama persis dengan lulusan SMP/SMA lainnya,” lanjut Mukhlishin.
Agar terjadi sinergitas antara kurikulum lembaga formal (SMP/SMA Tahfidz) dengan kurikulum MDQ, maka semua siswa kedua lembaga tersebut diwajibkan menghafal Al-Qur’an sebanyak 5 Juz dalam setiap tahunnya, sehingga dalam rentang waktu 6 tahun (mulai kelas I SMP Tahfidz sampai kelas III SMA Tahfidz), diharapkan semua siswa berhasil mengkhatamkan hafalannya.
“Program itu memang berat. Tapi insya Allah, mereka pasti bisa asalkan benar-benar serius dalam meng-hafal,” papar Syahrun Nahrawi, salah seorang pengelola MDQ yang juga waka kurikulum SMP Tahfidz.
“Waktu lima tahun itu saya rasa cukup. Kalau bersungguh-sungguh, mereka bisa mengkhatamkan hafalannya dalam kurun waktu dua tahun setengah, seperti Muhammad,” terang mantan Koordinator Wilayah (Korwil) MDQ ini, menunjuk Muhammad, santri asal Bujur Timur, salah seorang anggota MDQ yang hafal Al-Qur’an dalam rentang waktu tersebut.
Kendala-Kendala dalam Pengelolaan MDQ
Sebagaimana institusi yang lain, masalah utama yang menjadi kendala dalam pengelolaan MDQ adalah kurangnya fasilitas dan lokal. Asrama MDQ yang hanya tiga kamar plus kantor tersebut sangat tidak memungkinkan untuk menampung anggota yang jumlahnya mencapai 100 orang lebih. Hal itu disadari betul oleh pengelola MDQ.
“Masalah utamanya memang lokal. Kami terus mengusahakan penambahan lokal tersebut dengan melakukan koordinasi dengan pihak terkait. Beberapa waktu yang lalu, anggota MDQ sudah menempati kamar-kamar yang berada di sekitar Markaz,” kata Korwil MDQ, Mohammad Da’ie.
“Kamar tersebut pada awalnya adalah blok N dan P yang terpisah dari induknya. Untuk lebih memudahkan pengontrolan bagi Korwilnya, kamar-kamar tersebut dikosongkan dan ditempati anggota MDQ yang memang membutuhkan kamar,” lanjut mantan Kadiv. Ubudiyah ini.
Kendala lain yang dihadapi adalah minimnya pengelola. Saat ini, pengelola MDQ hanya 7 orang. Sedangkan anggota yang harus diawasi dan diperhatikan jumlahnya 115 orang.
“Pada awalnya, pengawasan dan perhatian pada anggota kurang efektif. Namun kami menyiasatinya dengan membentuk kelompok-kelompok yang diketuai anggota senior (yang sudah melaksanakan I’lan, Red.),” terang Mohammad Da’ie.
Prestasi Anggota MDQ
Minimnya fasilitas dan pelayanan yang kurang maksimal tidak menyurutkan para hafidz MDQ untuk berprestasi. Ini ditunjukkan dengan keberhasilan mereka menjuarai berbagai cabang lomba, baik di tingkat lokal, regional maupun nasional. Terbukti, selain Moh. Syahid Badruddin, Suaidi Husni dan Muhammad (seperti yang telah dikupas di atas), nama-nama seperti Masduqi Alwi, Moh. Jamiri, Umar Sadin, Marzuqi, Zainullah juga tidak mau ketinggalan mengharumkan Pondok Pesantren Banyuanyar melalui serangkaian prestasi yang telah ditorehkan dalam berbagai ajang lomba.
Prestasi lain, sampai saat ini MDQ telah mewisuda 12 anggotanya dan dinobatkan sebagai hafidz Al-Qur’an. Mereka diwisuda dalam acara yang dikemas dalam “I’lan Al-Qur’an” yang sudah digelar sebanyak tujuh kali. Kedua belas hafidz tersebut adalah Moh. Syahid Badruddin (I’lan I), Moh. Fatawi, Moh. Jamiri (I’lan II), Mahmud Ayatullah, Syahrun Nahrawi, Umar Sadin (I’lan III) Syaiful Bahri, Mashduqi Alwi (I’lan IV), Mu’ammar, Moh. Ja’e (I’lan V), dan Hari Wibowo (I’lan VI). Sedangkan yang terakhir adalah Muhammad yang telah diwisuda dalam I’lan Al-Qur’an VII yang digelar 18 Desember 2007 yang lalu. (badrul/saiful/m2)


Rabu, 11 November 2015

4 Siswa SMA Tahfidz Darul Ulum Banyuanyar Masuk di Universitas Islam Madinah

4 Siswa SMA Tahfidz Masuk di Universitas Islam Madinah Al-Munawwarah.
dari 4 Siswa tersebut masuk di UIM dengan proses tes seleksi masuk yang di selenggarakan di Ibu Kota Jakarta.
empat siswa tersebut adalah.
1. Achmad Muzakki ( darungan Jember )
2. Ach. Hasan Al Farisi ( Bujur Timur Batu Marmmar )
3. Ahmad Saheri ( Pasean )
4. Mohammad Suhud Maulana ( Tlambah Karang Penang Sampang ).