PANDUAN MHQ, MFQ Serta Debat Ilmiah 2016 Se-Jawa Timur
Donwload di siniRabu, 24 Februari 2016
Jumat, 12 Februari 2016
Kamis, 11 Februari 2016
Senin, 01 Februari 2016
TENTANG SMA TAHFIDZ DARUL ULUM BANYUANYAR
Al-Qur’an adalah satu-satunya ki-tab yang
mendapatkan jaminan dari Allah untuk selalu dipelihara selama-lamanya (QS.
Al-Hijr : 9). Dan dengan membacanya berpotensi untuk mendapatkan sepuluh pahala
untuk setiap satu huruf. Pahala yang di-sediakan Allah demi Al-Qur’an tersebut
akan semakin gampang diperoleh ketika seseorang berhasil menghafalkannya;
karena dengan menghafal, kesempatan membaca akan semakin besar.
Galeri Ma’had edisi kali ini akan
mengangkat Markaz Dirosah Qur’aniyah Darul Ulum yang telah terbukti
menjustifikasi pernyataan di atas. Para hafidzMarkaz tersebut mudah
ditemui sedang membaca Al-Qur’an ketika berada di Masjid, Congkop, ataupun di
tempat-tempat yang lain. Selain tujuannya untukmuroja’ah/takrir hafalannya,
juga pasti terselip keinginan untuk mendapatkan pahala besar yang disediakan
bagi pembaca dan penghafal Al-Qur’an.
Ma’had Tahfidz Al-Qur’an
Keberhasilan Moh. Syahid Badrut Tamam
menggondol Juara I cabang lomba Tahfidz Al-Qur’an 30 Juz pada Musabaqoh
Tilawatil Qur’an (MTQ) XVI Tingkat Nasional Tahun 1991 di Jogjakarta yang
menjadikannya berhak mewakili Indonesia di MTQ Internasional di Saudi Arabia,
memberi inspirasi pada Keluarga Besar Pondok Pesantren Banyuanyar untuk lebih
serius melayani dan membina santri yang berminat menghafalkan Al-Qur’an.
Keseriusan Keluarga Besar Pondok Pesantren Banyuanyar tersebut diwujudkan
dengan mendirikan markaz khusus untuk para hafidz yang diberi nama Ma’had
Tahfidz Al-Qur’an pada tahun 1993.
Ma’had Tahfidz Al-Qur’an tersebut
terletak di tempat yang sangat strategis, tepatnya di kawasan bekas Blok M
(lama), sebelah tenggara Markaz al-Lughah al-‘Arobiyyah (MLA).
Sebelum Ma’had Tahfidz Al-Qur’an tersebut didirikan, santri penghafal Al-Qur’an (hafidz) —yang jumlahnya saat itu memang tidak
seberapa—- tidak mempunyai institusi dan tempat khusus. Mereka menjadikan
Congkop
Banyuanyar sebagai tempat untuk
menghafalkan Al-Qur’an dan me-muroja’ahnya, dan hal itu jelas menjadikan
hafalan mereka kurang optimal, karena mereka tidak bisa konsentrasi secara
penuh dalam menghafal disebabkan Congkop tersebut selalu dipenuhi santri yang
berziarah ke pesarean-pesarean Keluarga Besar Pondok Pesantren Banyuanyar.
Dan setelah Ma’had Tahfidz tersebut didirikan,
santri yang berkeinginan untuk menjadi hafidz mulai menampakkan animonya. Saat itu, tak
kurang dari 7 orang langsung mendaftarkan diri untuk menjadi anggota, sehingga
jumlah anggota Ma’had Tahfidz Al-Qur’an mencapai 10 orang.
Markaz Dirosah Al-Qur’an
Nama Markaz Dirosah Al-Qur’an (MDQ) baru
dikenal pada tahun 2003. Saat itu, nama tersebut diresmikan penggunaannya
setelah sebelumnya diusulkan oleh Kepala SMA Tahfidz yang sekaligus Dewan
Pengasuh Pondok Pesantren Banyuanyar, KH. Amin Zaini Ro’ie, MA.
Menurut Kyai Ro’ie, nama Ma’had Tahfidz
Al-Qur’an lebih khusus pada lembaga yang menampung para hafidz. Padahal yang diharapkan, alumni Ma’had tersebut menjadi generasi Qur’ani
yang tidak hanya bisa menghafal Al-Qur’an, akan tetapi juga menguasai ilmu-ilmu
ke-Alqur’anan, baik itu dari segi tajwid, qiro’ah sab’ah,pemahaman isi
kandungan, sampai tafsir Al-Qur’an. Sehingga, penggunaan nama Markaz Dirosah
Al-Qur’an (Pusat Pembelajaran Al-Qur’an) sangat dirasa cocok dengan harapan di
atas.
Setelah berganti baju, MDQ mulai
mengarahkan para anggotanya untuk mempelajari ilmu-ilmu ke-Alqur’anan, selain
kewajiban pokok yaitu menghafal. Hal itu dibuktikan dengan mulai disusunnya
kurikulum berbasis ke-Alqur’anan.
Kurikulum tersebut mencakup pembelajaran
tajwid Al-Qur’an, pengenalan lagu-lagu tartil dan qiro’ah sab’ah. Selain itu,
kurikulum tersebut juga menitik-beratkan pada pemahaman isi kandungan Al-Qur’an
dan tafsirnya, baik tafsir berbahasa Arab, maupun berbahasa Inggris.
Adanya kurikulum tersebut mulai menampakkan
hasil setelah dua anggota MDQ berprestasi dalam Musabaqoh Tilawatil Qur’an
(MTQ). Tepatnya pada MTQ XIX Jawa Timur Tahun 1999 di Malang (untuk Tafsir
berbahasa Arab atas nama Suaidi Husni), dan MTQ XXII Jawa Timur Tahun 2007 di
Blitar (Tafsir Bahasa Inggris, atas nama Muhammad).
SMP Tahfidz dan SMA Tahfidz
Disusunnya kurikulum berbasis
ke-Alqur’anan tersebut juga ditindak-lanjuti dengan mendirikan lembaga formal,
yakni Sekolah Menengah Pertama (SMP) Tahfidz dan Sekolah Menengah Atas (SMA)
Tahfidz, pada tahun ajaran 2005/2006.
Menurut Direktur MDQ, Ahmad Mukhlishin,
SH, didirikannya kedua lembaga formal tersebut dimaksudkan agar para hafidz, selain mendapatkan ilmu-ilmu ke-Alqur’anan juga bisa
mendapatka“Berdirinya kedua lembaga itu penting bagi perkembangan MDQ ke depan.
Dulu, anggota MDQ hanya mendapatkan ilmu diniyah saja. Tapi sekarang mereka
bisa mendapatkan ilmu umum yang juga penting,” ujarnya.
Dalam kurikulum SMP Tahfidz dan SMA Tahfidz, semua mata pelajaran yang menjadi kurikulum Departemen Pendidikan Nasional
tetap diajarkan, namun materi Tafsir,
Ulumul-Qur’an, Ushul Fiqh, Hadits, Ulumul Hadits dan Tsaqofah juga tidak
ditinggalkan sebagai ciri khas dari kata-kata “Tahfidz” di belakang nama kedua
lembaga tersebut. Hal tersebut disiasati dengan penambahan jam pelajaran.
n ilmu umum.
“Itulah nilai plus kedua lembaga itu.
Siswanya tetap diberi materi-materi keagamaan, dan mereka akan mendapatkan
ijazah yang sama persis dengan lulusan SMP/SMA lainnya,” lanjut Mukhlishin.
Agar terjadi sinergitas antara kurikulum
lembaga formal (SMP/SMA Tahfidz) dengan kurikulum MDQ, maka semua siswa kedua
lembaga tersebut diwajibkan menghafal Al-Qur’an sebanyak 5 Juz dalam setiap
tahunnya, sehingga dalam rentang waktu 6 tahun (mulai kelas I SMP Tahfidz
sampai kelas III SMA Tahfidz), diharapkan semua siswa berhasil mengkhatamkan
hafalannya.
“Program itu memang berat. Tapi insya Allah, mereka pasti bisa asalkan benar-benar serius dalam meng-hafal,” papar
Syahrun Nahrawi, salah seorang pengelola MDQ yang juga waka kurikulum SMP
Tahfidz.
“Waktu lima tahun itu saya rasa cukup.
Kalau bersungguh-sungguh, mereka bisa mengkhatamkan hafalannya dalam kurun
waktu dua tahun setengah, seperti Muhammad,” terang mantan Koordinator Wilayah
(Korwil) MDQ ini, menunjuk Muhammad, santri asal Bujur Timur, salah seorang
anggota MDQ yang hafal Al-Qur’an dalam rentang waktu tersebut.
Kendala-Kendala dalam Pengelolaan MDQ
Sebagaimana institusi yang lain, masalah
utama yang menjadi kendala dalam pengelolaan MDQ adalah kurangnya fasilitas dan
lokal. Asrama MDQ yang hanya tiga kamar plus kantor tersebut sangat tidak
memungkinkan untuk menampung anggota yang jumlahnya mencapai 100 orang lebih.
Hal itu disadari betul oleh pengelola MDQ.
“Masalah utamanya memang lokal. Kami
terus mengusahakan penambahan lokal tersebut dengan melakukan koordinasi dengan
pihak terkait. Beberapa waktu yang lalu, anggota MDQ sudah menempati
kamar-kamar yang berada di sekitar Markaz,” kata Korwil MDQ, Mohammad Da’ie.
“Kamar tersebut pada awalnya adalah blok
N dan P yang terpisah dari induknya. Untuk lebih memudahkan pengontrolan bagi
Korwilnya, kamar-kamar tersebut dikosongkan dan ditempati anggota MDQ yang
memang membutuhkan kamar,” lanjut mantan Kadiv. Ubudiyah ini.
Kendala lain yang dihadapi adalah
minimnya pengelola. Saat ini, pengelola MDQ hanya 7 orang. Sedangkan anggota
yang harus diawasi dan diperhatikan jumlahnya 115 orang.
“Pada awalnya, pengawasan dan perhatian
pada anggota kurang efektif. Namun kami menyiasatinya dengan membentuk
kelompok-kelompok yang diketuai anggota senior (yang sudah melaksanakan I’lan,
Red.),” terang Mohammad Da’ie.
Prestasi Anggota MDQ
Minimnya fasilitas dan pelayanan yang
kurang maksimal tidak menyurutkan para hafidz MDQ untuk berprestasi. Ini ditunjukkan dengan keberhasilan mereka menjuarai
berbagai cabang lomba, baik di tingkat lokal, regional maupun nasional.
Terbukti, selain Moh. Syahid Badruddin, Suaidi Husni dan Muhammad (seperti yang
telah dikupas di atas), nama-nama seperti Masduqi Alwi, Moh. Jamiri, Umar
Sadin, Marzuqi, Zainullah juga tidak mau ketinggalan mengharumkan Pondok
Pesantren Banyuanyar melalui serangkaian prestasi yang telah ditorehkan dalam
berbagai ajang lomba.
Prestasi lain, sampai saat ini MDQ telah
mewisuda 12 anggotanya dan dinobatkan sebagai hafidz Al-Qur’an. Mereka diwisuda dalam
acara yang dikemas dalam “I’lan Al-Qur’an” yang sudah digelar sebanyak tujuh
kali. Kedua belas hafidz tersebut adalah Moh.
Syahid Badruddin (I’lan I), Moh. Fatawi, Moh. Jamiri (I’lan II), Mahmud
Ayatullah, Syahrun Nahrawi, Umar Sadin (I’lan III) Syaiful Bahri, Mashduqi Alwi
(I’lan IV), Mu’ammar, Moh. Ja’e (I’lan V), dan Hari Wibowo (I’lan VI).
Sedangkan yang terakhir adalah Muhammad yang telah diwisuda dalam I’lan
Al-Qur’an VII yang digelar 18 Desember 2007 yang lalu. (badrul/saiful/m2)
Rabu, 11 November 2015
4 Siswa SMA Tahfidz Darul Ulum Banyuanyar Masuk di Universitas Islam Madinah
4 Siswa SMA Tahfidz Masuk di Universitas Islam Madinah Al-Munawwarah.
dari 4 Siswa tersebut masuk di UIM dengan proses tes seleksi masuk yang di selenggarakan di Ibu Kota Jakarta.
empat siswa tersebut adalah.
1. Achmad Muzakki ( darungan Jember )
2. Ach. Hasan Al Farisi ( Bujur Timur Batu Marmmar )
3. Ahmad Saheri ( Pasean )
4. Mohammad Suhud Maulana ( Tlambah Karang Penang Sampang ).
dari 4 Siswa tersebut masuk di UIM dengan proses tes seleksi masuk yang di selenggarakan di Ibu Kota Jakarta.
empat siswa tersebut adalah.
1. Achmad Muzakki ( darungan Jember )
2. Ach. Hasan Al Farisi ( Bujur Timur Batu Marmmar )
3. Ahmad Saheri ( Pasean )
4. Mohammad Suhud Maulana ( Tlambah Karang Penang Sampang ).
Kamis, 04 Juni 2015
Langganan:
Komentar (Atom)

